Kekerasan Yang Dilakukan Senior Terhadap Yunior Merupakan Bentuk Penindasan

Miris banget. Membaca berita tentang tewasnya 3 orang calon anggota Mapala UII Yogyakarta saat mengiuti Diksar membuat hati miris. Diduga, ada unsur kekerasan di dalam ajang itu karena di antara korban yang tewas ada yang mengalami patah tulang.

Belum lama berselang seorang siswa di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran pun meregang nyawa karena tindakan kekerasan yang dilakukan senior di sekolahnya.

Bagaimana tidak miris sebagai orangtua dari seorang anak ABG, yang suatu waktu akan meneruskan kuliahnya di universitas membayangkan hal tersebut bisa saja terjadi pada anak sendiri.

Para orangtua mengirimkan anaknya untuk belajar dan bukan untuk disiksa atau dibunuh. Memang dalam perjalanannya kata belajar sendiri bisa beragam, termasuk belajar berorganisasi dan bergaul, tetapi tentunya tidak ada orangtua yang akan rela anaknya diperlakukan seperti itu bahkan hingga kehilangan nyawa.

Tidak ada.

Entah siapa yang melegalkan aturan untuk melakukan perploncoan di universitas. Dalih untuk mengakrabkan para senior dan yunior sudah terbukti dari tahun ke tahun menjadi ajang penunjukkan “kekuasaan” orang yang lebih tua kepada yang muda.

Kebiasaan yang melanggengkan penindasan mahasiswa yang baru mengenal kampus dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya menjaga dan menuntun mereka.

Apapun namanya, ketika seorang masuk dalam univesitas tidak ada aturan hukum yang menyebutkan bahwa orangtua memberikan hak kepada para seniornya untuk bisa melakukan apa saja terhadap mereka. Sebuah kebodohan tulen, kalau pihak universitas, akademi, dan para senior berpikiran demikian.

Anak dikirim ke universitas untuk belajar dan menambah pengetahuan.

Menjadi tua tidak berarti diberi hak untuk memanfaatkan posisinya untuk menindas yang lain. Kalau terus dilakukan, maka seharusnya kita juga tidak heran kalau ada pejabat yang korupsi karena mereka terbentuk dengan cara demikian, memanfaatkan posisinya untuk menindas orang lain.

Tidak perlu berdalih apapun dan menyamarkan bentuknya dalam bentuk pendidikan SAR lah atau semacamnya. Perploncoan adalah perploncoan dan tidak seharusnya dilakukan. Dalih apapun tidak seharusnya dikeluarkan untuk membenarkan penindasan terhadap mahasiswa atau siswa baru oleh mahasiswa/siswa lama.

Lebih baik, tidak perlu ada lagi segala kegiatan yang menerapkan perploncoan. Jangan sampai ada jiwa hilang terbuang percuma hanya karena ada senior yang sedang ingin menunjukkan dirinya berkuasa dengan jalan menekan yang lebih muda.

Sudah cukup banyak orang egois seperti itu di Indonesia, dan kita sedang berjuang menghilangkan orang-orang seperti itu.

Jadi, hentikan.