Selamatkan Palestina – siapa yang akan menyelamatkan kita ?

Spanduk “Selamatkan Palestina” ini sudah terpampang di depan kompleks rumahku cukup lama. Paling tidak sudah 10 bulan setiap hari terlihat.

Selama 10 bulan pula pemikiran jahil selalu muncul setiap kali melihatnya. Jahil bukan dalam artian jahat tetapi lebih tepat disebutkan sebagai kritik terhadap siapapun yang memasang spanduk tersebut.

“Selamatkan Palestina”, tetapi siapa yang akan menyelamatkan saudara-saudara kita, sesama warga negara Indonesia? Itulah pemikiran jahilnya.

Coba deh bayangkan

1. Di Indonesia saja ada paling tidak 30 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka berpenghasilan di bawah 300 ribu rupiah per bulan. Jelas untuk makan saja sulit.

Belum ditambah dengan jumlah yang kurang lebih sama dari golongan “hampir miskin”. Kalau ditotal kedua golongan tersebut saja sudah 12 kali lipat penduduk Palestina secara keseluruhan.

2. Palestina sendiri bukanlah sebuah negara miskin. Pendapatan perkapita penduduknya hampir menyamai Indonesia dan hanya berselisih sedikit saja, yaitu US$ 2,900.- /kapita dibandingkan dengan Indonesia yang sekitar US$ 3,100.-.

Bukankah kalau ada dana berlebih di kantong kita, bukankah akan lebih baik disumbangkan untuk saudara-saudara kita setanah air sendiri. Tidak akan sulit untuk menemukan orang Indonesia yang kekurangan dimanapun anda berada. Dengan jumlah hampir 60 juta, mereka ada dimana-mana.

Apakah karena unsur persaudaraan Islam kah yang membuat kita harus memprioritaskan “Selamatkan Palestina”? Bukankah dari 60 juta orang miskin dan hampir miskin di Indonesia mayoritas juga beragama Islam? Mengapa tidak kita dahulukan mereka yang dekat?

Sama halnya dengan beberapa waktu lalu, mahasiswa-mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Bogor mengadakan pengumpulan dana di jalan-jalan. Tujuannya untuk membantu para pengungsi Rohingya (muslim di Thailand).

Ironisnya mereka jarang turun ke jalan untuk meminta bantuan bagi banyak orang miskin di kota mereka sendiri. Sepertinya mereka hanya tergerak ketika ada kasus-kasus besar diberitakan di media massa.

Memang sih, uang yang dipakai menyumbang adalah uang anda sendiri. Tidak berhak, saya mencampuri urusan kemana uang anda diserahkan. Tidak terpikir sama sekali untuk melakukan hal itu.

Hanya agak merasa janggal ketika kita sibuk membantu orang lain yang jauh dari kita, sementara mereka yang kekurangan di sekitar kita sendiri masih sangat banyak. Mereka membutuhkan uluran tangan yang sama dari kita.

Lalu mengapa kita harus tetap berteriak “Selamatkan Palestina”, “Selamatkan Rohingya”? Mengapa tidak kita coba teriakkan kalimat yang agak berbeda “Selamatkan saudara-saudara Indonesia”.

Yang terakhir rasanya memang kurang keren dan ngetop dibandingkan dua yang pertama.

Mungkin itu alasannya ya.