Sepakbola Indonesia perlu dibangun ulang

Kemenpora membekukan asosiasi Sepakbola Indonesia, PSSI. Langkah yang kemudian berujung pada turunnya sanksi FIFA (Federasi Sepakbola Dunia) kepada persepakbolaan Indonesia.

Dengan turunnya hukuman FIFA, maka tim nasional dan klub-klub Indonesia tidak diperkenankan untuk mengikuti berbagai kegiatan dalam agenda resmi FIFA. Selain itu, persepakbolaan Indonesia juga tidak diperkenankan mengikuti turnamen-turnamen AFC (Federasi Sepakbola Asia) dimana Indonesia bernaung.

Hal yang sangat merugikan. Hal tersebut berarti untuk sementara sepakbola Indonesia tidak akan bisa berkompetisi di luar negeri.

Lebih parahnya lagi, karena PSSI sudah dibekukan, maka tidak akan ada kompetisi antar klub di negara ini untuk jangka waktu yang belum diketahui. Ratusan bahkan ribuan orang yang terlibat dalam industri persepakbolaan Indonesia harus kehilangan mata pencahariannya. Mereka harus bergegas mencari sumber penghidupan lain agar dapurnya tetap “ngebul”.

Sebuah kondisi yang memprihatinkan. Tidak mengejutkan kalau kemudian terlontar berbagai kecaman pedas terhadap Menpora. Kritikan, cacian disampaikan dalam berbagai bentuk dan lewat berbagai media.

Memang mengenaskan!

Hanya, bila saya ditanya akankah turut serta mengecam dan meminta pemerintah dalam hal ini Menpora mencabut suratnya? Maka jawaban saya TIDAK!

Ada satu sisi dimana tindakan Menpora seharusnya didukung oleh masyarakat Indonesia. Beberapa hal yang sepertinya terlupakan di tengah kegeraman atas pembekuan PSSI tersebut.

Perhatikan beberapa fakta terkait sepakbola Indonesia ini!

1. Peringkat Sepakbola Indonesia

Dalam daftar FIFA yang terdiri dari 170 negara, Indonesia berada pada peringkat ke 155. Sebuah peringkat yang sangat rendah dan hanya 15 tangga sebelum mencapai dasar.

Di ASEAN sendiri, Indonesia berada di peringkat 7. Mengenaskannya peringkat tersebut berada di bawah Filipina dan Timor Leste, dua negara dimana sepakbola bukanlah sebuah olahraga umum. Nama kedua negara tersebut dikenal bukanlah lawan tim sepakbola Indonesia.

Sebuah hal yang mengherankan, sebuah negara yang katanya memiliki sistem persepakbolaan profesional tetapi peringkatnya sangat rendah. Peringkat yang bahkan di bawah negara-negara yang sebelumnya tidak pernah terdengar sebagai negara sepakbola.

Sudah jelas ada yang salah!

2. Hooliganisme

Fanatisme para pendukung klub sepakbola Indonesia sudah sering menyebabkan terjadi bentrok. Menyedihkannya, sudah ada korban jiwa baik dari para pendukung maupun dari umum.

Ketika hal tersebut terjadi di Eropa tahun 1989-1990-an, hasilnya berujung pada hukuman terhadap klub-klub Inggris. Mereka tidak diperkenankan mengikuti ajang turnamen sepakbola di Eropa selama 5 tahun. Padahal yang melakukannya adalah para pendukung.

Ketika kejadian hooliganisme, mirip dengan yang terjadi di Eropa, sama sekali tidak ada hukuman dan tindakan atau sanksi apapun. Sebuah hal yang mengherankan karena tidak membuat jera para pelakunya.

3. Sportifitas

Menonton sepakbola Indonesia seperti mendapat suguhan 3 in 1. Disana ada tinju, ada kerusuhan dan ada soap opera alias drama sabun.

Ingat kah akan kasus sepakbola gajah dimana pemain Indonesia memasukkan bola ke gawang sendiri untuk menghindari lawan tangguh di babak berikutnya? Pernah kah anda melihat berita wasit mukanya lebam karena dipukuli oleh pemain?

Belum lagi berulangkali terjadi penonton memasuki lapangan untuk ikut mengejar dan memukuli offisial pertandingan.

Kalau mau ditambahkan, masih ada berbagai berita drama sabun tentang perebutan tahta Ketua PSSI. Beritanya lebih marak dibandingkan prestasi yang dicapai oleh tim sepakbola Indonesia.

Sepakbola Indonesia seperti kehilangan jiwa sportifitas. Semua pihak yang terlibat seperti tidak lagi menjiwai nilai-nilai sportifitas.

4. Kalah terus!

Berita terakhir adalah Indonesia dibantai Vietnam dengan skor amat telak 0-5 dalam ajang SEA GAMES Singapura 2015. Tim U-23 seperti tak berdaya. Jangankan untuk mencetak gol, bahkan untuk mencegah lawanpun tak sanggup.

Kalau kita mau bertaruh pada timnas Indonesia dan mengharapkan untung besar, janganlah bertaruh untuk Indonesia. Apalagi ketika menghadapi tim-tim seperti Thailand, Vietnam, Myanmar, Malaysia dan bahkan Singapura, anda akan rugi kalau bertaruh untuk Indonesia. Bertaruhlah untuk tim lawan setidaknya anda akan untung materi.

——–

Lalu dengan hasil yang seperti ini, perlukan kondisi yang ada dipertahankan? Banyak yang bilang bahwa PSSI bisa diperbaiki. Meskipun demikian, sudah berapa lama waktu yang mereka gunakan untuk “memperbaiki”? Jawabnya sudah sangat lama.

Hasilnya nol besar dan bahkan memburuk. Sama sekali tidak ada kemajuan. Bila sebelumnya kita hanya deg-deg-an kalau Indonesia melawan Thailand, sekarang ini, bahkan ketika timnas menghadapi Filipina sekalipun rasa was was akan ada sampai peluit panjang berbunyi.

Itulah kondisi persepakbolaan di Indonesia dewasa ini. Tidak ada prestasi, tidak ada sportifitas, tidak ada sistem, tidak ada profesionalisme dan masih banyak tidak ada yang lainnya.

Lalu untuk apa dipertahankan?

Ketika sesuatu sudah sedemikian rusaknya dan sama sekali tidak bisa diharapkan, daripada mencoba memperbaikinya lebih mudah bila kita membangun yang baru. Memperbaiki rumah yang fondasinya sudah rapuh, tidak akan membuat rumah tersebut menjadi kokoh.

Lebih baik meruntuhkan yang lama dan membangun yang baru. Pada saat yang bersamaan, masyarakat sebagai juga salah satu bagian Sepakbola Indonesia juga harus berbenah. Harus belajar. Belajar tentang menerima kekalahan dan bersikap sportif ketika tim kesayangannya kalah.

Sikap tersebut bisa dilihat pada acara siaran langsung British Premiere League. Penonton bahkan tidak segan memberi applause terhadap tim lawan ketika tim tersebut mengalahkan tim kesayangannya. Sebuah sikap yang harus ditiru oleh para penonton sepakbola di negeri ini.

Tentu akan perlu waktu untuk membangun ulang. Dua tahun ? Tiga Tahun ? Mungkin lebih lama lagi 5 tahun. Berapapun waktunya, hal tersebut lebih baik daripada menunggu sesuatu yang sudah jelas tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik.

Telur busuk tidak akan menghasilkan makanan yang enak dimakan.