Trotoar untuk pejalan kaki bukan lahan parkir

Trotoar untuk pejalan kaki. Pavement, sidewalk, pedestrian walk adalah nama lainnya dan semuanya mengacu pada hal yang sama.

Semua mengacu pada jalan yang dikhususkan untuk para pejalan kaki melintas.

Entah mengapa di Indonesia arti kata tersebut berubah jauh. Maknanya berubah menjadi tempat parkir, motor atau mobil. Bahkan tidak jarang diterjemahkan menjadi jalan untuk pemotor. Tidak jarang menjadi lahan untuk berdagang.

Sesuatu hal yang mengenaskan. Mengenaskan karena pejalan kaki dianggap sebagai kategori terendah dalam tingkatan pemakai jalan. Sebagai kasta terendah berarti haknya bisa dieliminasi dan tidak perlu diperhatikan.

Sayangnya, bahkan petugas yang berwenangpun sering mengabaikan hal ini. Di berbagai tempat di kota besar maupun kecil, jarang sekali dilakukan penindakan terhadap mobil atau motor yang terparkir di atas trotoar. Mereka menindak pelanggar yang memarkir kendaraan di bahu jalan tetapi tidak pernah memberikan sanksi kepada pemilik mobil yang parkir di trotoar.

Tidak juga ada pembenahan untuk memindahkan pedagang kaki lima dari atas trotoar.

Padahal sudah jelas tertera dalam peraturan per-Undang-Undang-an di negara ini bahwa trotoar untuk pejalan kaki. Jelas sekali dan tidak bisa diterjemahkan bisa dialihfungsikan.

 

Kalau trotoar sudah berubah fungsi seperti itu, dimana pejalan kaki harus berjalan ? Di jalan raya akan membahayakan dirinya, di trotoar pemotor tidak pernah segan melibas pejalan kaki, pedagang kaki lima tak akan mau dagangan dan pembelinya terusik.

Jadi, harus bagaimanakah pejalan kaki ketika trotoar tidak lagi untuk pejalan kaki ?

 

Bogor, 19 Mei 2015